Jumat, 21 April 2017

Ajaran Filsafat Arthur Schopenhauer

Ajaran – Ajaran Filsafat 
Arthur Schopenhauer
Arthur Schopenhauer adalah seorang putra dari Heinrich Floris dan Johanna Schopenhauer yang merupakan keturunan orang kaya dari Jerman dan memiliki keturunan bangsawan, Ayahnya bunuh diri setelah pindah Humburg dan ibunya juga sibuk dengan urusannya sendiri, Schopenhauer sempat menerbitkan tulisannya namun seringkali tidak laku, pernah juga menjadi dosen namun tidak lama, dan Ia juga sangat membenci wanita dan selalu membatalkan rencana pernikhanannya. Pemikiran Schopenhauer banyak dipengaruhi oleh pandangan Budha dan Kant.
Pemikiran Filosofis Arthur Schopenhauer
Filsafat Keinginan
Schopenhauer memberikan fokus kepada investigasinya terhadap motivasi seseorang. Sebelumnya, filsuf terkemuka Hegel telah mempopulerkan konsep Zeitgeist, ide bahwa masyarakat terdiri atas kesadaran akan kolektifitas yang digerakkan di dalam sebuah arah yang jelas. Schopenhauer memfokuskan diri untuk membaca tulisan-tulisan dua filsuf terkemuka pada masa kuliahnya, yaitu Hegel dan Kant. Schopenhauer sendiri mengkritik optimisme logika yang dijelaskan oleh kedua filsuf terkemuka tersebut dan kepercayaan mereka bahwa manusia hanya didorong oleh keinginan dasar sendiri, atau Wille zum Leben (keinginan untuk hidup) yang diarahkan kepada seluruh manusia.
Schopenhauer sendiri berpendapat bahwa keinginan manusia adalah sia-sia, tidak logika, tanpa pengarahan dan dengan keberadaan, juga dengan seluruh tindakan manusia di dunia. Schopenhauer berpendapat bahwa keinginan adalah sebuah keberadaan metafisikal yang mengontrol tindak hanya tindakan-tindakan individual, agent, tetapi khususnya seluruh fenomena yang bisa diamati. Keinginan yang dimaksud oleh Schopenhauer ini sama dengan yang disebut dengan Kant dengan istilah sesuatu yang ada di dalamnya sendiri.
Pandangan filosofis Schopenhauer melihat bahwa hidup adalah penderitaan. Schopenhauer menolak kehendak. Apalagi dengan kehendak untuk membantu orang menderita. Ajaran Schopenhauer menolak kehendak untuk hidup dan segala manifestasinya, namun ia sediri takut dengan kematian. I'AM STAYING HERE



Keputusan dan Hukuman
Schopenhauer menjelaskan seseorang yang hendak mengambil keputusan. Menurut dia, ketika kita mengambil keputusan, kita akan diperhadapkan dengan berbagai macam akibat. Oleh sebab itu, keputusan yang diambil memiliki alasan atau dasar. Keputusan-keputusan ini menjadi tidak bebas lagi bagi si pemilihnya. Pemilih itu harus diperhadapkan kepada beberapa akibat dalam sebuah keputusan. Segala tindakan yang dilakukan seseorang merupakan kebutuhan dan tanggung jawabnya. Segala kebutuhan dan tanggung jawab itu pun sudah dibawa sejak lahir dan bersifat kekal. Schopenhauer juga menegaskan jika tidak ada keinginan bebas, haruskah kejahatan dihukum?

Catatan
Filsafat Schopenhauer ini termasuk ke dalam Idealisme Jerman. Pendapat ini dibuktikan melalui perbandingan antara filosofis Schopenhauer dengan pandangan Idealisme Jerman. Keduanya mengajarkan bahwa realitas bersifat subjektif, artinya keseluruhan kenyataan merupakan konstruksi kesadaran Subjek. Dunia ini juga dipandang sebagai ide. Pandangan Schopenhauer ini pun dijadikan wakil dari Idealisme Jerman. Sekalipun memang ada hal-hal yang bersifat lebih khusus dan fundamental yang membedakan pemikiran Schopenhauer dengan Idealisme Jerman. Bagi Schopenhauer, dasar dunia ini transcendental dan bersifat irasional, yaitu kehendak yang buta. Kehendak ini buta, sebab, sebab desakannya untuk terus-menerus dipuaskan tidak bisa dikendalikan dan tidak akan pernah terpenuhi. Namun, justru keinginan yang tak sampai berarti penderitaan. Selanjutnya, menurut dia bahwa kehendak transendental itu mewujudkan diri dalam miliaran eksistensi kehidupan, maka hidup itu sendiri merupakan penderitaan. Jalan keluar yang diusulkan Schopenhauer ini pun cukup logis. Kalau hidup ini adalah penderitaaan, maka pembebasan dari penderitaan tersebut tentunya akan tercapai melalui penolakan kehendak untuk hidup. Konkretnya adalah lewat kematian raga dan bela rasa.
Cara pemikiran Schopenhauer ini menarik. Namun, tetap saja memiliki kesalahan.Masalah dalam filsafatnya berkaitan dengan pandangannya atas pengetahuan tentang prinsip individuasi.Menurut Schopenhauer, berkat pengetahuan inilah manusia sadar bahwa dirinya adalah sama dengan semua makhluk hidup lain (dasar dari sikap bela rasa) sehingga dia tidak perlu memutlakkan diri dan keinginannya (dasar sikap mati raga atau penyangkalan diri). Tanpa pengetahuan ini, manusia tidak akan mengalami pencerahan dan tetap berada dalam kegelapan.
Anggapan Schopenhauer ini menekankan dua hal, yaitu bahwa kesadaran manusia terbukti lebih kuat dibandingkan nafsu dan keinginannya, dan bahwa karena itu ia juga mampu memperhatikan keadaan kepentingan orang lain, di dalam hal ini berarti bahwa manusia bukanlah makhluk egois sebagai mana yang dipikirkan oleh Schopenhauer. Namun, jika kesadaraan bisa menguatkan manusia menyangkal diri dan berbela rasa, bukankah demikian kehendak untuk hidup itu sendiri bukan merupakan dasar dari segalanya?

Source :
 K. Bertens.1976.Ringkasan Sejarah Filsafat.Jogjakarta.Kanisius.69-70.
Arthur Schopenhauer(1969). E. F. J. Payne. ed. The World as Will and Representation. II. New York: Dover Publications.527



Tidak ada komentar:

Posting Komentar