POKOK – POKOK PEMIKIRAN “RENE
DESCARTES”
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa
pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari
para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang
berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan
adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Sebaliknya, aliran
empirisme meyakini pengalamanlh sumbe pengetahuan itu, baik yang batin maupun
yang indriawi. Lalu muncul aliran kritisme, yang mencoba memadukan kedua
pendapat berbeda itu.
Rene
Descartes (1596-1650 M)
Rene Descartes lahir di La Haye, Prancis, 31 Maret
1596 dan meninggal di Stockholm, Swedia, 11 Februari 1650. Descartes biasa
dikenal sebagai Cartesius. Ia adalah seorang filsuf dan matematika-wan Prancis.
Karyanya yang tepentingg ialah Discours
de La Methode (1637) dan Meditationes
de prima Philosophia (1641).
Tokok rasionalisme ini beranggapan bahwa dasar semua
pengetahuan ada dalam pikiran. Dalam buku Discours
de La Methode ia menegaskan perlunya metode yang jitu sebagai dasar kokoh
bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau
suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikan ini, maka
kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan.
Namun dalam kesangsian metodis ini ternyata ada satu
hal yang tidak dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukn khayalan,
tetapi kenyataan bahwa “aku ragu-ragu”. Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya.
Dengan lain kata, kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo sum” , aku berfikir (=
menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi. Mengapa
kebenaran itu pasti? Sebab, aku mengerti itu dengan “jelas dan terpilah-pilah” –
“clearly and distinctly, “clara et distincta”.
Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai
benar. Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Descartes menerima 3 realitas atau
substansi bawaan yang sudah ada sejak lahir, yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res extensa, “extention”) atau materi,
dan (3) Tuhan (sebagai wujud yang seluruhnya sempurna, penyebab sempurna dari
kedua ralitas itu). Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran, tidak mengambil
ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil. Materi adalah
keluasan, mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak memiliki kesadaran. Kedua
substansi berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang tanpa tergantung
pada apa pun. Descartes adalah seorang dualis, yang menerapkan pembagian tegas
antara realitas pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya
sedangkan binatang hanya memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan
sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran sebagaimana malaikat. Binatang adalah
mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia adalah mesin otomat yang
sempurna karena dari pikirannya ia memiliki kecerdasan. (Mesin otomat zaman
sekarang adalah komputer yang tampak seperti memiliki kecerdasan buatan).
Descartes merupakan orang pertama yang memiliki kapasitas
filosofis yang sangat dipengaruhi oleh fisika baru dan astronomi. Ia banyak
menguasai filsafat Scholastic, namun ia tidak menerima dasar-dasar filfasat
Scholastic yang dibangun oleh para pendahulunya. Ia berupaya keras untuk
mengkonstruksi bangunan baru filsafat. Hal ini merupakan terobosan baru
semenjak zaman Aristoteles dan hal ini merupakan sebuah neo-self-confidence yang
dihasilkan dari kemajuan ilmu pengetahuan. Dia berhasrat untuk menemukan
“sebuah ilmu yang sama sekali baru pada masyarakat yang akan memecahkan semua
pertanyaan tentang kuantitas secara umum, apakah bersifat kontinim atau
terputus.”
Visi Descartes telah menumbuhkan keyakinan yang kuat pada
dirinya tentang kepastian pengetahuan ilmiah, dan tugas dalam kehidupannya
adalah membedakan kebenaran dan kesalahan dalam semua bidang pelajaran. Karena
menurutnya “semua ilmu merupakan pengetahuan yang pasti dan jelas.
Pada dasarnya, visi dan filsafat Descartes banyak dipengaruhi
oleh ilmu alam dan matematika yang berasas pada kepatian dan kejelasan
perbedaan antara yang benar dan salah. Sehingga dia menerima suatu kebenaran
sebagai suatu hal yang pasti dan jelas atau disebut Descartes sebagai kebenaran
yangClear and Distinct.
Dalam usahanya untuk mencapai kebenaran dasar tersebut
Descartes menggunakan metode “Deduksi”, yaitu dia mededuksikan prinsip-prinsip
kebenaran yang diperolehnya kepada prinsip-prinsip yang sudah ada sebelumnya
yang berasal dari definisi dasar yang jelas. Sebagaimana yang ditulis oleh
Robert C. Solomon dan Kathleen M. Higgins dalam buku sejarah filsafat, “kunci bagi deduksi keseluruhan Descartes akan berupa aksioma tertentu
yang akan berfungsi sebagai sebuah premis dan berada diluar keraguan. Dan
aksioma ini merupakan klaimnya yang terkenal Cogito ergo sum “Aku berpikir maka
aku ada”.
Pola Pikir Rasionalisme
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat
yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika,
dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran
agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan
humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan
sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan
atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut:
Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme
tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah
lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi
humanisme yang antroposentrik. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan
akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan
apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya
berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme
modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.
Di luar konteks religius, rasionalisme dapat diterapkan
secara lebih umum, umpamanya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam
kasus-kasus seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para
rasionalis adalah penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau
kepercayaan yang sedang populer.
Dalam membangun filsafatnya Descartes membuat
pertanyaan-pertanyaan sebagai patokan dalam menentukan kebenaran dan keluar
dari keraguan yang ada. Adapun persoalan-persoalan yang dilontarkan oleh
Descartes untuk membangun filsafat baru antara lain:
1. Apakah kita bisa
menggapai suatu pengetahuan yang benar?
2. Metode apa yang
digunakan mencapai pengetahuan pertama?
3. Bagaimana meraih
pengetahuan-pengetahuan selanjutnya?
4. Apa tolok ukur
kebenaran pengetahuan?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Descartes
menawarkan metode-metode untuk menjawabnya. Yang mana metode-metode tersebut
harus dipegang untuk sampai pada pengetahuan yang benar:
Seorang filosuf harus hanya menerima suatu pengetahuan yang
terang dan jelas.
1. Mengurai suatu
masalah menjadi bagian-bagian kecil sesuai dengan apa yang ingin kita cari.
Atau jika masalah itu masih berupa pernyataan: maka pernyataan tersebut harus
diurai menjadi pernyataan-pernyataan yang sederhana. Metode yang kedua ini
disebut sebagai pola analisis.
2. Jika kita menemukan
suatu gagasan sederhana yang kita anggap Clear and Distinct, kita
harus merangkainya untuk menemukan kemungkinan luas dari gagasan
tersebut. Metode yang ketiga ini disebut dengan pola kerja sintesa atau
perangkaian.
3. Pada metode yang
keempat dilakukan pemeriksaan kembali terhadap pengetahuan yang telah
diperoleh, agar dapat dibuktikan secara pasti bahwa pengetahuan tersebut adalah
pengetahuan yang Clear and Distinct yang benar-benar tak
memuat satu keraguan pun. Metode yang keempat ini disebut dengan verifikasi.
Jadi dengan keempat metode tersebut Descartes mengungkap
kebenaran dan membangun filsafatnya untuk keluar dari keraguan bersyarat yang diperoleh
dari pengalaman inderawinya.
Sumber: Maksum, A. (2008). PengantarFilsafat. Jogjakarta: AR-Ruzz Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar