AUGUSTE
COMTE
Isidore Auguste Marie
François Xavier Comte atau
yang lebih dikenal dengan Auguste Comte merupakan sosok filsuf besar dan cukup
berpengaruh bagi perkembangan technoscience, dimana dia merupakan
penggagas dari aliran Positivisme, yaitu sebuah aliran filsafat
Barat yang timbul pada abad XIX dan merupakan kelanjutan dari empirisme.
Aliran positivisme ini
merupakan aliran produk pemikiran Auguste Comte yang cukup berpengaruh
bagi peradaban manusia. Aliran Positivisme ini kemudian di abad XX
dikembangluaskan oleh filsuf kelompok
Wina dengan alirannya Neo-Positivisme(Positivisme-Logis).
Sejarah telah
melukiskan bahwa masalah perolehan pengetahuan menjadi problem aktual yang
melahirkan aliran Rasionalisme dan Empirisme yang
pada gilirannya telah melahirkan aliran Kritisisme sebagai
alternatif dan solusi terhadap pertikaian dua aliran besar tersebut. Disinilah
arti penting dari kemunculan Positivisme yang merupakan
representasi jawaban berikutnya terhadap problem-problem mendasar tersebut.
Riwayat Hidup Auguste Comte
Auguste Comte
merupakan filsuf dan warga negara Perancis yang hidup di abad ke-19 setelah
revolusi Perancis yang terkenal itu. Ia lahir di Montpellier, Perancis, pada
tanggal 19 Januari 1798. Ia belajar di sekolah Politeknik di Paris, tetapi ia
dikeluarkan karena ia seorang pendukung Republik, sedangkan sekolahnya justru
royalistis.
Auguste Comte menerima
dan mengalami secara langsung akibat-akibat negatif secara langsung revolusi
tersebut khususnya dibidang sosial, ekonomi, politik, dan pendidikan.
Pengalaman pahit yang dilalui dan dialaminya secara langsung bersama bangsanya
itu, memotivaisi dirinya untuk memberikan alternatif dan solusi
ilmiah-filosofis dengan mengembangkan epistemologi dan metodologi sebagaimana
buah pikirannya itu tercermin di dalam aliran Positivisme. Aliran ini menjadi
berkembang dengan subur karena didukung oleh para elit-ilmiah dan
maraknya era industrialisasi saat itu. Comte bukanlah orang yang menyukai
hal-hal yang berbau matematika, tetapi lebih care pada
masalah-masalah sosial dan kemanusiaan. Bersama dengan Henry de’Saint Simon, Comte mencoba
mengadakan kajian problem-problem sosial yang diakibatkan industrialisasi.
Karena ketekunan dan kepiawaiannya dalam bidang-bidang sosial menjadikan Comte
sebagai bapak sosiologi.
Meskipun Comte tidak
menguraikan secara lebih rinci masalah apa yang menjadi obyek sosiologi, tetapi
ia mempunyai asumsi bahwa sosiologi terdiri dari dua hal, yaitu sosial
statis dan sosial dinamis. Menurut Comte, sebagai sosial
statis sosiologi merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari
timbal balik antara lembaga kemasyarakatan. Sedangkan sosial dinamis melihat
bagaimana lembaga-lembaga tersebut berkembang.
Dasar pemikiran Comte
diperoleh secara inspiratif dari Saint Simon, Charles Lyell, dan Charles
Darwin. Selain dari itu, pemikiran Herbert Spencer mengenai “hukum
perkembangan” juga mempengaruhi pemikirannya. Kata “rasional” bagi Comte
terkait dengan masalah yang bersifat empirik dan positif
yakni pengetahuan real yang diperoleh melalui observasi (pengalaman
indrawi), eksperimentasi, komparasi, dan generalisasi-induktif diperoleh hukum
yang sifatnya umum sampai kepada suatu teori. Karena itulah maka bagi
positivisme, tuntutan utama adalah pengetahuan faktual yang dialami oleh
subjek, sehingga kata rasional bagi Comte menunjuk peran utama dan penting
rasio untuk mengolah fakta menjadi pengalaman. Berdasarkan atas pemikiran yang
demikian itu, maka sebagai konsekuensinya metode yang dipakai adalah “Induktif-verifikatif”.
Setelah
tulisan-tulisannya mulai beredar, Comte menjadi terkenal di seluruh Eropa
bahkan melebihi ketenaran “sang majikan” Henry de’Saint Simon. Namun begitu,
selama hidup ia tidak pernah diberi kesempatan untuk mengajar di Universitas.
Comte juga senantiasa hidup dalam kemiskinan. Hal ini karena pekerjaannya
sebagai pengarang dan guru pribadi tidak cukup untuk hidup. Hanya berkat
sumbangan-sumbangan pengikutnya, antara lain dari filsuf Inggris John Stuart Mill, ia bisa makan.
Auguste Comte
meninggal pada tahun 1857 dengan meninggalkan karya-karya seperti Cours
de Philosophie Possitive, The Sistem of Possitive Polity, The Scientific Labors
Necessary for Recognition of Society, dan Subjective
Synthesis.
Di antara
karya-karyanya Auguste Comte, Cours de Philosphie Possitive dapat
dikatakan sebagai masterpiece-nya, karena karya itulah yang
paling pokok dan sistematis. Buku ini dapat juga dikatakan sebagai representasi
bentangan aktualisasi dari yang di dalamnya Comte menulis tentang tiga tahapan
perkembangan manusia.
Menurut Comte,
perkembangan manusia berlangsung dalam tiga tahap. Pertama tahap teologis, kedua, tahap metafisik, ketiga, tahap positif.
1.
Tahap Teologis
Merupakan tahap paling awal dalam
perkembangan akal manusia. Pada tahap ini manusia berpikir bahwa semua benda di
dunia mempunyai jiwa yang disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas
manusia. Tahap ini dijumpai pada manusia purba, di mana alam semesta dimengerti
sebagai keseluruhan yang integral dan terdiri dari makhluk-makhluk yang
mempunyai kedudukan yang kurang lebih setara dengan mereka. Keseluruhan alam
semesta ini dihayati sebagai sesuatu yang hidup, berjiwa, berkemauan, dan
bertindak sendiri.
Ada beberapa cara berpikir dalam tahap ini:
a. Fetiyisme dan Animisme
Manusia purba tidak mengenal konsep
abstrak; benda-benda tidak dimengerti dalam bentuk konsep umum, tetapi sebagai
sesuatu yang individual. Manusia mempercayai adanya kekuatan magis di
benda-benda tertentu, yang mempunyai jiwa dan rohnya sendiri.
b. Politeisme
Adalah
pemikiran yang lebih maju, yang sudah mulai mengelompokkan semua benda dan
kejadian ke dalam konsep yang lebih umum berdasarkan kesamaan di antara mereka.
Dalam tahap ini manusia tidak lagi berpikir tiap-tiap benda yang mempunyai roh,
tapi tiap jenis atau kelas benda. Misalnya dalam cara berpikir animisme diyakini
bahwa tiap sawah dan ladang dihuni oleh roh-roh leluhur penduduk desa, maka
dalam cara berpikir politeisme diyakini bahwa Dewi Sri yang menghuni
dan memelihara semua sawah dan ladang di desa manapun.
c. Monoteisme
Tahap tertinggi di mana manusia menyatukan
roh (dewa) dari benda-benda, dan hanya mengakui satu Roh yang mengatur dan
menguasai bumi dan langit. Semua benda dan kejadian, termasuk manusia, berasal
dan berakhir dari kekuatan Roh itu, yaitu Tuhan.
Monoteisme memungkinkan berkembangnya dogma-dogma agama yang
membawa pengaruh yang besar pada kehidupan manusia, karena dijadikan suatu
pedoman hidup masyarakat dan landasan institusional dan alat jastifikasi suatu
negara.
2. Tahap Metafisik
Pada prinsipinya hanya merupakan
pengembangan dari tahap teologis. Perbedaan kedua cara berpikir tersebut adalah
pada tahap ini manusia mulai mencari pengertian dan bukti-bukti logis yang
meyakinkannya tentang sesuatu dengan konsep-konsep abstrak dan metafisik.
Manusia seringkali percaya bahwa Tuhan adalah makhluk abstrak, dan bahwa
kekuatan atau kekuasaan abstrak itu menunjukkan dan menentukan setiap kejadian
di dunia.
3. Tahap Positifistik
Disebut
juga tahap ilmu pengetahuan, karena dalam tahap ini manusia sudah mampu
berpikir secara ilmiah. Pada tahap ini gejala dan kejadian alam tidak lagi
dijelaskan secara a priori, melainkan
berdasarkan observasi, percobaan, dan perbandingan yang terbukti dan dapat
dipertanggungjawabkan. Hukum-hukum yang ditemukan dengan cara demikian bersifat
praktis dan bermanfaat, karena dengan mengetahui dan menguasai hukum-hukum
tersebut kita dapat mengontrol dan memanipulasi gejala atau kejadian tertentu
sebagai sarana untuk mewujudkan kehidupan di masa depan yang lebih baik.
Menurut Comte, positivisme adalah cara intelektual memandang dunia yang
merupakan perilaku tertinggi dan paling berkembang dalam kehidupan manusia.
Bagaimanapun Comte sadar bahwa di dalam
masyarakat terjadi perkembangan yang terus menerus sekalipun tidak merupakan
jalan lurus. Tiga tahap berpikir tersebut mungkin hidup berdampingan dalam
masyarakat yang sama walau mungkin tidak selalu berurutan. Misalnya, ketika
seorang masih berpikir secara metafisik atau teologis, berarti ia masih berpikiran
primitif walaupun hidup di zaman modern. Perkembangan intelektual (berpikir)
berlaku bagi manusia, baik sebagai kelompok masyarakat, maupun sebagai indvidu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar